TikTok Luncurkan Shared Feed dan Collections, Instagram yang Ditiru?

REKOMENDASI
ARTIKEL TERKAIT

Telset.id – Siapa yang meniru siapa? Pertanyaan klasik di dunia media sosial itu kembali muncul. Selama ini, Instagram sering dituding sebagai “pengikut” yang andal, terutama dalam mencontek fitur-fitur populer dari TikTok. Namun, kali ini giliran TikTok yang tampaknya mengambil inspirasi dari kompetitornya. Platform video pendek itu baru saja mengumumkan dua fitur baru yang bertujuan memperkuat aspek sosial aplikasi: Shared Feed dan Shared Collections. Keduanya terdengar sangat familiar bagi pengguna setia Instagram.

Ini bukan sekadar pembaruan kecil. Langkah TikTok ini menandai pergeseran strategi yang menarik. Daripada hanya fokus pada algoritme rekomendasi konten untuk individu, mereka kini membidik pengalaman menonton dan berbagi yang lebih kolaboratif. Bayangkan Anda bisa memiliki “playlist” video harian yang bisa ditonton dan dikomentari bersama teman, meski tidak secara bersamaan. Atau, mengumpulkan rekomendasi restoran terbaik di kota Anda dalam satu daftar yang rapi untuk dibagikan. Itulah inti dari dua fitur baru ini. Dalam persaingan ketat dengan platform seperti YouTube Shorts yang terus memperbarui editornya, TikTok tampaknya ingin memperdalam engagement dengan memanfaatkan ikatan sosial antar pengguna.

Lantas, apa sebenarnya yang ditawarkan oleh Shared Feed dan Shared Collections? Mari kita bedah satu per satu. Shared Feed, sesuai namanya, adalah umpan yang dibagikan. Fitur ini memungkinkan Anda mengundang teman atau keluarga melalui pesan langsung untuk bergabung dalam sebuah “feed bersama”. Feed ini akan menampilkan seleksi 15 video yang dikurasi setiap hari berdasarkan aktivitas TikTok dari semua anggota yang bergabung. Jadi, ini seperti mendapatkan rekomendasi personal, tetapi disaring melalui lensa komunitas kecil Anda. TikTok menyebutnya sebagai “cara baru untuk menemukan konten bersama.” Yang menarik, partisipasi ini bersifat sukarela; siapa pun bisa meninggalkan obrolan kapan saja. Fitur ini akan diluncurkan secara global dalam beberapa bulan mendatang. Jika ini mengingatkan Anda pada fitur serupa di Instagram yang muncul awal tahun ini, Anda tidak sendirian. Untuk pertama kalinya dalam lama, roda tiru-meniru ini berputar ke arah yang berbeda.

Sementara Shared Feed fokus pada penemuan konten baru, Shared Collections hadir untuk mengorganisir konten yang sudah Anda simpan. Ini pada dasarnya adalah fitur “simpan” yang dikolaborasikan. Anda bisa membuat koleksi tema—misalnya, “Resep Masakan Akhir Pekan”, “Spot Foto Keren Jakarta”, atau “Review Laptop Gaming”—lalu mengundang orang lain untuk melihat dan menambahkan video ke dalamnya. TikTok memberikan contoh penggunaannya: berbagi daftar bacaan, rekomendasi restoran lokal, dan tentu saja, produk yang ingin dibeli. Pola ini jelas mengakomodasi tren belanja sosial (social commerce) yang sedang panas. Syaratnya sederhana: Anda dan teman yang diajak berbagi harus saling mengikuti. Kabar baiknya, fitur Shared Collections sudah tersedia secara global mulai sekarang untuk pengguna berusia di atas 16 tahun.

Lalu, di mana letak analisis mendalamnya? Peluncuran kedua fitur ini bukanlah kebetulan. Ini adalah respons cerdas terhadap dua hal: pertama, kejenuhan akan pengalaman media sosial yang terlalu personal dan terisolasi. Kedua, meningkatnya persaingan dari platform yang menawarkan alat kolaborasi yang lebih baik. Dengan Shared Feed, TikTok berusaha mempertahankan pengguna di dalam ekosistemnya lebih lama, dengan menciptakan ritual sosial baru. Alih-alih hanya men-scroll sendirian, Anda diajak untuk memiliki “klub menonton” virtual. Ini strategi retensi yang brilian. Sementara itu, Shared Collections secara langsung menyerang fungsi platform seperti Pinterest atau bahkan fitur “Saved” di Instagram, tetapi dengan konteks video yang lebih dinamis dan mudah dibagikan. Fitur ini juga berpotensi menjadi ujung tombak baru untuk iklan dan affiliate marketing yang terintegrasi secara mulus.

Namun, pertanyaannya, apakah peniruan ini akan sukses? Sejarah media sosial menunjukkan bahwa yang terpenting bukanlah siapa yang pertama, tetapi siapa yang menerapkannya dengan lebih baik dan kepada audiens yang tepat. Instagram memiliki basis pengguna yang sudah terbiasa dengan berbagi konten yang dikurasi (lewat Stories Highlights atau Guides). TikTok, di sisi lain, memiliki kekuatan pada konten yang organik, tren yang cepat, dan algoritme yang jitu. Keberhasilan fitur ini akan sangat bergantung pada seberapa baik TikTok mampu menyatukan kekuatan algoritmenya dengan dinamika sosial penggunanya. Apakah algoritme bisa benar-benar merekomendasikan 15 video yang relevan untuk sekelompok orang dengan selera berbeda? Itulah tantangan sesungguhnya.

Perlu diingat, inovasi TikTok tidak berhenti di sini. Platform ini terus bereksperimen, termasuk dengan kemungkinan meluncurkan TikTok Photos untuk bersaing di ranah gambar diam. Mereka juga berusaha meningkatkan kredibilitas kontennya, sebuah misi yang sejalan dengan ambisi pihak lain seperti Perplexity AI yang ingin mengubah TikTok jadi platform netral. Dalam konteks itu, Shared Feed dan Collections bisa dilihat sebagai upaya “memberadabkan” dan mengorganisir ledakan konten di platform tersebut, membuatnya lebih mudah dikelola dan dibagikan dalam lingkaran sosial yang terpercaya.

Jadi, apakah ini tanda bahwa TikTok kehabisan ide orisinal? Belum tentu. Dalam dunia tech, inspirasi adalah jalan dua arah. Yang kita saksikan mungkin adalah fase matangnya platform media sosial, di mana fitur-fitur terbaik disaring dan diadopsi silang untuk memenuhi kebutuhan pengguna yang semakin kompleks. TikTok tidak sekadar meniru; mereka mengkontekstualisasikan sebuah ide ke dalam DNA platform yang didorong video dan tren. Mereka membawa konsep “feed bersama” ke wilayah yang lebih cair dan berdasarkan algoritme, berbeda dengan pendekatan Instagram yang mungkin lebih statis. Pada akhirnya, pengguna lah yang menang. Persaingan sengit antara raksasa media sosial ini memaksa masing-masing pihak untuk terus berinovasi—atau dalam hal ini, mengadaptasi—untuk memberikan pengalaman yang lebih kaya. Dan untuk sekali ini, Instagram boleh saja tersenyum kecil: guru akhirnya belajar dari murid.

TINGGALKAN KOMENTAR
Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ARTIKEL TERKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI