Telset.id – Bayangkan gurun pasir yang tandus dan terik, tiba-tiba berubah menjadi hamparan putih yang dingin. Itulah pemandangan yang kini menghiasi sejumlah wilayah Arab Saudi di penghujung 2025, mengubah lanskap negara yang identik dengan panas itu layaknya negeri empat musim. Fenomena salju yang turun di Jabal Al-Lawz dan Kota Tabuk ini bukan sekadar kejadian langka, tetapi sebuah peristiwa cuaca ekstrem yang menarik perhatian dunia dan memerlukan penjelasan mendalam dari para pakar.
Pusat Meteorologi Nasional Saudi (NCM) bahkan telah mengeluarkan peringatan dan memperkirakan lebih banyak salju akan turun di area-area sebelah utara ibu kota Riyadh. Kota Tabuk, yang terletak di barat laut Arab Saudi dan dikenal sebagai “Gerbang Utara” Jazirah Arab, telah diselimuti putih. Sementara itu, puncak Jabal Al-Lawz yang berada di ketinggian 2.580 meter di atas permukaan laut viral karena tertutup salju lebat. Gunung yang namanya berarti “gunung almond” ini memang terkenal dengan hamparan salju tahunannya, namun intensitas dan waktu kejadiannya tetap menjadi bahan analisis. Lantas, apa sebenarnya yang terjadi? Apakah ini sekadar fluktuasi musiman biasa atau pertanda dari pola iklim yang lebih besar?
Menurut penjelasan pakar, fenomena ini berakar pada sistem cuaca bertekanan rendah yang menyapu kawasan Timur Tengah. Sistem ini bertindak seperti konveyor raksasa, membawa serta kelembapan dari laut dan udara dingin dari lintang yang lebih tinggi. Ketika kedua elemen ini bertemu di atas dataran tinggi wilayah gurun, seperti di Tabuk dan Hail, hasilnya adalah hujan salju. Mohammed bin Reddah Al Thaqafi, seorang astronom dari Taif Astronomical Sundial, menegaskan bahwa turunnya salju di Arab Saudi selama bulan-bulan musim dingin sebenarnya bukan hal yang tidak biasa. Para ahli meteorologi menyebut pola serupa ini umum terjadi selama transisi musiman, khususnya di musim dingin, ketika wilayah tengah, utara, barat, dan barat daya kerap mengalami kondisi yang berfluktuasi.
Mengurai Benang Kusut Cuaca Ekstrem Global
Meski disebut “biasa” dalam konteks musiman, fenomena salju di gurun ini tak bisa dilepaskan dari diskusi global tentang cuaca ekstrem. Jika Arab Saudi mengalami pendinginan ekstrem, belahan dunia lain mungkin sedang berjuang dengan gelombang panas yang tak tertahankan. Ini mengingatkan kita pada kompleksitas sistem iklim bumi yang saling terhubung. Peristiwa di satu wilayah bisa menjadi cerminan dari ketidakseimbangan di tempat lain. Dalam konteks ini, kemampuan memprediksi menjadi kunci. Teknologi prediksi cuaca, seperti yang dikembangkan oleh Microsoft Aurora yang mengubah cara prediksi cuaca dan badai, atau DeepMind GenCast, sistem peramal cuaca bertenaga AI, menjadi semakin vital. Teknologi semacam ini tidak hanya memprediksi kapan salju akan turun di Jabal Al-Lawz, tetapi juga memahami pola makro yang dapat memicu bencana di skala yang lebih luas.
Bagi masyarakat Arab Saudi, salju mungkin menjadi tontonan yang menakjubkan dan menarik wisatawan. Namun, di balik keindahannya, terdapat implikasi praktis. Infrastruktur di wilayah yang tidak biasa menghadapi salju lebat perlu diantisipasi. Begitu pula dengan aktivitas pertanian dan transportasi. Ini adalah contoh nyata bagaimana perubahan pola cuaca, sekalipun bersifat sementara atau musiman, dapat langsung berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi. Sementara kita menikmati foto-foto viral salju di gurun, para ilmuwan dan otoritas setempat pasti sedang bekerja keras memetakan dampak dan menyiapkan mitigasinya.
Baca Juga:
Antara Keindahan Alam dan Kewaspadaan Iklim
Jadi, bagaimana kita harus menyikapi fenomena ini? Pertama, dengan mengapresiasi penjelasan ilmiah yang diberikan oleh para pakar meteorologi dan astronomi. Kedua, dengan menempatkannya dalam lensa yang lebih luas tentang kerentanan kita terhadap cuaca ekstrem. Peristiwa salju di Arab Saudi dan cuaca panas ekstrem yang diprediksi melanda Indonesia adalah dua sisi dari mata uang yang sama. Keduanya menuntut kesiapsiagaan yang lebih baik. Kesiapsiagaan itu tidak hanya berupa sistem peringatan dini, tetapi juga adaptasi dalam cara kita membangun kota, mengelola sumber daya air, dan merancang kebijakan publik.
Fenomena alam selalu punya cara untuk mengingatkan kita tentang betapa kecilnya manusia di hadapan kekuatan planet ini. Salju yang menyelimuti gurun Arab Saudi adalah pengingat yang dramatis dan visual. Ia menunjukkan bahwa pola-pola yang kita anggap tetap dan pasti, pada akhirnya bisa berubah. Dalam menghadapi ketidakpastian ini, ilmu pengetahuan dan teknologi adalah sekutu terbaik kita. Dari pemahaman tentang sistem tekanan rendah hingga pemanfaatan kecerdasan buatan untuk prediksi, upaya-upaya itulah yang akan membantu kita tidak hanya sekadar menyaksikan keajaiban alam, tetapi juga bersiap menghadapi konsekuensinya. Setiap fluktuasi cuaca, entah itu salju di padang pasir atau hujan deras di musim kemarau, adalah bagian dari narasi besar perubahan iklim global yang harus kita baca dengan saksama.

